Sunday, April 03, 2016

Coklat panas tak pernah salah.

Bismillahirrahmanirrahim,

Disela tugas kuliah, menyusun thesis, deadline kerjaan dan kehampaan hati tsaaaah....mulai..., terbersit banyak sekali ide yang kalau enggak segera ditulis sekarang, ini bakalan berlalu nih, dan pasti ujung2nya cuman "Yaaah...sayang banget waktu itu harusnya ditulis." 

Mungkin, buat yang pada baca blog ini, mungkiiiin lo yha, secara, puluhan tahun hidup baru beberapa kali ini post tulisan di blog, kayana sih baru 5 kali ini xixixixi, maklum, termasuk golongan konservatif, pecinta buku diary yang mau mencoba hal baru...

Okay, kita kembali lagi, buat yang pada baca... kalau ada loh yhaa, kalau ada... lalu "penasaran, kenapa ceritanya bukan Kopi Tak Pernah Salah, tetapi malah Coklat Panas Tak Pernah Salah, (lah lalu ada apa dengan Kopi Tak Pernah Salah?! Akan saya ceritakan di lain blog) karena memang barusan saya bad mooooood banget, sampai rasanya memikirkan hal-hal yang enggak-enggak.... Enggak mau kurus... Enggak mau cutinya berakhir...gitu, dan yang saya lakukan adalah pergi bikin secangkir coklat panas, mandi, maskeran... duh enggak penting banget yha

Intinya, kalau orang lagi bad mood itu, jangan diturutin. Harus diatasi, karena hidup di dunia hanya sementara, dan akhirat adalah tempat yang kekal abadi... #Eh... Maksud saya, sayang kalau hidup di dunia ini hanya sementara, tapi banyakan sedihnya. Hihihi.

Kembali lagi ke secangkir coklat panas. Alkisah, Iana, gadis cantik dengan tubuh mungil di usianya yang awal 20an itu, gelisah saja sejak semalam. Iana termenung dia tas meja belajarnya sambil menenangkan diri menyesap secangkir coklat panas. Kegelisahannya itu hanya karena hal sepele. Ken, cowok yang baru dikenalnya tiga bulanan itu tidak menghubunginya, hari kelima. Kelimpungan di kamar tidur, mata Iana nyalang karena waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 am dan Iana masih menatap kosong layar handphonenya, menunggu kedip notifikasi pesan di hapenya.

Seperti nasihat sahabatnya tadi siang, mungkin Ken sedang sibuk. Dengan profesinya sebagai research assistant profesor Aizen yang terkenal workaholic, Ken yang sedang mengejar Ph.Dnya, dengan jam kerja ultra ketat, bukan hal yang aneh kalau Ken tidak sempat berbincang satu dua patah kata setiap hari seperti yang biasanya. Lagipula Iana yang graduate student di kota yang sama harusnya bisa memahami kesibukan Ken, yang saat ini sedang mengerjakan risetnya di bidang Information Science and Engineering. Dan bisa maklum.

Akhirnya Iana menyerah, dia putuskan menyeduhbsecangkir coklat panas, meminumnya sambil menenagkan hati, lalu lelap. 

Keesokan paginya, begitu Iana bangun, langsung diceknya handphonenya. Dan pesan yang sudah ditunggunya selama hampir seminggu, dengan tingkat kegalauan level Dewa, akhirnya datang juga.

“Pagi, Iana, maaf saya belum sempat membalas pesanmu terakhir. Dan aku tahu itu sudah 5 hari yang lalu. Profesor Aizen benar-benar mengerikan. Minggu depan saya mungkin sudah sedikit longgar. Dan sebagai permintaan maaf, mungkin jika kamu tidak keberatan, boleh temani aku mengunjungi toko buku baru di Roponggi, kalau tidak salah nama tokonya Aoyama sesuatu. Bagaimana?”

Berulang kali Iana membaca pesan singkat dari Ken. Hampir saja Iana melompat bangun dari futonnya. (Futon adalah jenis perangkat tidur tradisional Jepang. Futon digelar di atas tatami, di atas tempat tidur, atau kasur).

Seketika itu juga seakan onggokan batu yang sudah membebaninya selama hampir seminggu ini, menyublim entah kemana. Iana segera membalas pesan singkat dari Ken, dan bersiap untuk menyambut hari Senin. Dibukanya jendela kamar dan pemandangan halaman depan asramanya  yang penuh dengan guguran warna pink bunga Sakura senada dengan perasaan hatinya. Ianna Tidak sabar menceritakan hal ini kepada Sonoko sahabatnya, nanti di kampus.

Coklat panas tidak pernah salah. Tidak pernah mengecewakan.

Tokyo, Jingumae Shibuya, April 3rd – Iana.

No comments: